Minggu, 18 Agustus 2013

retensio plasenta


1.  Pengertian
                Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahriran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. (Prawiraharjo, 2005).
                Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan dalam 30 menit setelah janin lahir. Plasenta mungkin terlepas tetapi terperangkap oleh seviks, terlepas sebagian, secara patologis melekat (plasenta akreta, inkreta, percreta) (David, 2007)
Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan hemorrhage yang tidak tampak, dan juga disadari pada lamanya waktu yang berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan.beberapa ahli klinik menangiani setelah 5 menit, kebanyakan bidan akan menunggu satu setengah jam bagi plasenta untuk keluar sebelum menyebutnya untuk tertahan (Varney’s, 2007).

2. Fisiologi plasenta
                Klasifikasi plasenta merupakan proses fisiologis yang terjadi dalam kehamilan akibat deposisi kalsium pada plasenta. Klasifikasi pada plasenta terlihat mulai kehamilan 29 minggu dan semakin meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan, terutama setelah kehamilan 33 minggu. Selama kehamilan pertumbuhan uterus lebih cepat daripada pertumbuhan plasenta. Sampai usia kehamilan 20 minggu plasenta menempati sekitar ¼ luas permukaan miometrium dan ketebalannya tidak lebih dari 2-3 cm, menjelang kehamilan aterm plasenta menempati sekitar 1/8 luas permukaan miometrium, dan ketebalannya mencapai 4-5 cm. Ketebalan plasenta yang  normal jaran melebihi 4 cm, plasenta yang menebal (plasentomegali) dapat dijumpai pada ibu yang menderita diabetes melitus, ibu anemia (HB < 8 gr%), hidrofetalis, tumor plasenta, kelainan kromosom, infeksi (sifilis, CMV) dan perdarahan plasenta. Plasenta yang menipis dapat dijumpai pada pre eklampia, pertumbuhan jani terhambat (PJT), infark plasenta, dan kelainan kromosom. Belum ada batasan yang jelas mengenai ketebalan minimal plsaenta yang masih dianggap normal. Beberapa penulis memakai batasan tebal minimal plasenta normal antara 1,5-2,5 cm.

3. Patofisiologi                                                                                                          
                Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang.

4. Fisiologi pelepasan plasenta
                Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kotraksi dan retraksi miometrium  sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta. Area plasenta menjadi lebih kecil, sehingga plsenta mulai melepaskan diri dari dinding uterus dan tidak dapat berkontraksi atau berinteraksi pada area pemisahan bekuan darah retroplasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah pemisahan kontraksi uterus berikutnya akan melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan ,mendorongnya keluar vagina disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta (WHO, 2001)

5. Predisposisi retensio plasenta
                Beberapa predisposisi terjadinya retensio plasenta yaitu:
                  a. Grandemultipara
                  b. Kehamilan ganda,sehingga memerlukan implantasi  plasenta yang agak luas
                  c.  Kasus infertilitas, karena lapisan endometriumnya tipis
                  d.  Plasenta previa, karena dibagian ishmus uterus, pembuluh darah sedikit sehingga perlu                  masuk jauh kedalam
                  e.   Bekas operasi pada uterus

6. Penyebab retensio plasenta
                Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab terpenting), dan plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba), bentuknya (plasenta membranacea, plasenta anularis), dan ukurannya (palsenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.

Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta
Gejala
Separasi/ akreta parsial
Plasenta inkarserata
Plasenta akreta
Konsistensi uterus
Kenyal
Keras
Cukup
Tinggi fundus
Sepusat
2 jari bawah pusat
Sepusat
Bentuk fundus
Diskoid
Agak globuler
Diskoid
Perdarahan
Sedang-banyak
Sedang
Sedikit/tidak ada
Tali pusat
Terjulur sebagian
Terjulur
Tidak terjulur
Ostium uteri
Terbuka
Konstriksi
Terbuka
Separasi plasenta
Lepas sebagian
Sudah lepas
Melekat seluruhnya
Syok
sering
Jarang
Jarang sekali

                                        
7. Tertinggalnya sebagian palsenta
                Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta. Penemuan secara dini hanya di mungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ketempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang kerumah dan subinvolusi uterus :
a)      Penemuan secara dini hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan  plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ketempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang kerumah dan subinvolusi uterus.
b)      Berikan antibiotika (sesuai intruksi dokter) karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjukan 3x1 g oral dikombinasi dengan metrodinazol 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral
c)      Lakukan eksplorasi digital (bidan boleh melakukan) (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase (dilakukan oleh dokter obgyn)
d)     Bila kadar HB < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar HB > 8 g/dL, berkian sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari (sesuai petunjuk dokter kandungan).

8. Tanda dan Gejala
                Gejala yang selalu ada adalah plasenta belum lahir dalam 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul yaitu tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu ada yaitu plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
                Penilaian retensio plasenta harus dilakukan dengan benar karena ini menentukan sikap pada saat bidan akan mengambil keputusan untuk melakukan manual plasenta, karena retensio bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
Ø  Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
Ø  Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian lapisan miometrium, perlekatan plasenta sebagian atau total pada dinding uterus. Pada plasenta akreta vilii chorialis menanamkan diri lebih dalam kedalam dinding rahim daripada biasa adalah sampai kebatas atas lapisan otot rahim. Plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh permukannya melekat dengan erat pada dinding rahim. Plasenta akreta yang parsialis, yaitu jika hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding rahim dari biasa. Plasenta akreta yang kompleta, inkreta, dan precreta jarang terjadi. Penyebab plasenta akreta adalah kelainan desidua, misalnya desisua yang terlalu tipis.
Ø  Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / melewati lapisan miometrium.
Ø  Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion yang menembus lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
Ø  Plasenta inkar serata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh kontriksi ostium uteri

9. Komplikasi
                Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :
ü  Perdarahan Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit pelepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
ü  Infeksi Karena sebagai benda mati yang tertinggal didalam rahim meingkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan pot d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
ü  Terjadi polip plasenta sebagai masa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
ü   Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-dikariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasive, proses keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan pre kanker, yang bisa berubah menjadi kanker (Manuaba, IGB. 1998:300)


10.   Penanganan Retensio Plasenta
Ø  Tentukan jenis retensio yang terjaid karena berkaitan dengan tindakan yang di ambil.
Ø   Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
Ø  Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes permenit. Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri).
Ø  Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual palsenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan.
Ø  Lakukan tranfusi darah apabila diperlukan.
Ø  Berikan antibiotika profilaksis (ampisislin 2 g IV / oral + metronidazole 1 g supositoria/oral).
Ø  Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.

11.   Penanganan plasenta akreta
v  Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam.
v  Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menetukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk kerumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan operatif.

12.   Penatalaksanaan retensio plasenta
             Dalam melakukan penatalaksanaan pada retensio plasenta seiknya bidan harus mengambi beberapa sikap dalam menghadapi kejadian retensio plasenta yaitu :
·         Sikap umum bidan melakukan pengkajian data secara subyekitf dan obyektif antara lain : keadaan umum penderita, apakah ibu anemis, bagaimana jumlah perdarahannya, keadaan umum penderita, keadaan fundus  uteri, mengetahui keadaan plasenta, apakah plasenta inkaserata, melakukan tes plasenta dengan metode kustner, metode klein, metode strastman, metode manuaba, memasang infus dan memberikan cairan pengganti.
·          Sikap khusus bidan : pada kejadian retensio plasenta atau plasenta tidak keluar dalam waktu 30 menit bidan dapat melakukan tindakan manual plasenta yaitu tindakan untuk mengeluarkan atau melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri (Depkes, 2008).
·          Prosedur palsenta manual dengan cara :

Langkah
Cara melakukan
Gambar

Persiapan: pasang set dan cairan infus, jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan, lanjutkan anastesia verbal atau analgesia per rektal, siapkan dan jelaskan prosedur pencegahan infeksi


Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri: pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong; jepit tali pusat dengan klemp pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai


Secara obstetrik masukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah) kedalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat, setelah mencapai bukaan serviks, kemudian minta seorang asisten / penolong lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus

Sambil menahan fundus uteri, masukkan tanagn kedalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta. Bentangkan tangan obstetric menjadi datar seperti memberi dalam (ibu jari merapat kadi telunjuk dan jari-jari lain merapat), tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah. Bila plasenta berimplentasi di korpus belakang, tali pusat tetap disebalah atas dan sisipkan ujung jaru-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tngan menghadap ke bawah (posterior ibu).

Bila di korpus depan maka pindahkan tangan kesebalah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dandinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (anterior ibu), setelah ujung-ujung jari masuk diantara palsenta dan dinding uterus maka perluasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke tangan kiri sambul geserkan ke atas (cranial ibu) hingg semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus


Sementara satu tangan masih didalam kavum uteri lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada plasenta yang tertinggal.

Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simpisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian intruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan membawa plasenta keluar (hindari adanya percikan darah)


Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan supra simpisis) uterus ke arah dorso kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta dalam wadah yang telah disediakan.


Lakukan tindaan pencegahan infeksi dengan cara dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan, lepaskan dan rendam sarng tangan dan peralatan lainnya didalam larutan klorin 0,5% selam 10 menit, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering


Lakukan pemantauan pasca tindakan, pastikan tanda vital ibu, catat kondisi ibu, dan buat laporan tindakan, tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan, beritahukan pada ibu dan keluarga bahwa tindakan telah selesai tapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan, lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum pindah ke ruang rawat gabung


Catatan :
a.       Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada dataran yang sama tinggi dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasenta manual karena hal itu menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam miometrium).
b.      Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan bagian lainnya melekat erat maka hentikan pula plasenta manual karena hal tersebut adalah plasenta akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu diberi uterotonika tambahan (miso[rostol 600 mcg per rektal) sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.

Indikasi melakukan plasenta manual
Ø  Perdarahan mendadak sekitar 400-500 cc
Ø   Riwayat HPP habitualis
Ø  Post operasi
                  ·  Transvaginal
                  · Transabdominal
Ø  Penderita dalam keadaan narkosa atau anesthesi umum.

Komplikasi plasenta manual
Komplikasi plasenta manual diantaranya :
-          Perforasi karna tipisnya tempat implantasi palsenta
-            Meningkatnya kejadian infeksi asenden
-          Tidak berhasil karena perlekatan plasenta, dapat menimbulkan perdarahan yang sulit dihentikan
Dapat dikatakan plasenta manual pada retensio yang tidak menimbulkan perdarahan harus berhati-hati karena  kemungkinan perlekatan sangat erat, sehingga menimbulkan perdarahan.

Senin, 12 Agustus 2013

ABORTUS

2.1 Defenisi
Terdapat berbagai pengertian dari abortus, diantaranya yaitu:
• Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar
Anak baru mungkin dapat hidup di dunia luar kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu. Ada juga yang mengambil sebagai batas untuk abortus berat anak yang kurang dari 500 gram(Sarwono, 2007)
• Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau umur kehamilan kurang dari 28 minggu (IKPK dan KB, 1992).
• Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Derek liewollyn&Jones, 2002).
2.2 Angka Kejadian
Angka kejadiannya abortus ini yaitu sekitar 75 % dari seluruh kejadian abortus adalah abortus spontan, selebihnya adalah abortus yang disengaja. 8% abortus spontan terjadi pada kehamilan < 12 mg. (Sarwono, 2007)
Angka kejadian dipengaruhi oleh berbagai faktor : Usia ibu, faktor yang berkaitan dengan riwayat kehamilan : Jumlah kehamilan dengan janin aterm sebelumnya, kejadian abortus sebelumnya, kejadian lahir mati sebelumnya serta kelainan genetik orang tua.
2.3 Etiologi
Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi beberapa faktor yang berpengaruh adalah : (Sarwono, 2007)
a. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan, gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena :
1. Faktor kromosom terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk kromosom seks
2. Faktor lingkungan endometrium terjadi karena endometrium belum siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi.selain itu juga karena gizi ibu yang kurang karena anemia atau terlalu pendeknya jarak kehamilan.
3. Pengaruh luar (Infeksi endometrium, hasil konsepsi yang dipengaruhi oleh obat dan radiasi, faktor psikologis, kebiasaan ibu (merokok, alcohol, kecanduan obat)
b. Kelainan plasenta
1. Infeksi pada plasenta
2. Gangguan pembuluh darah
3. Hipertensi dimana dapat menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta sehingga terjadi keguguran
c. Penyakit ibu
1. Penyakit infeksi seperti tifus abdominalis, malaria, pneumonia dan sifilis
2. Anemia
3. Penyakit menahun seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, DM
d. Kelainan rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin, dijumpai dalam keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, cervik inkompeten, bekas operasi pada servik, robekan servik postpartum.
e. Meningkatnya paritas dan usia ibu
2.4 Klasifikasi Abortus
1. Berdasarkan kejadiannya
a. Abortus spontan terjadi tanpa ada unsur tindakan dari luar dan dengan kekuatan sendiri
b. Abortus buatan sengaja dilakukan sehingga kehamilan diakhiri. Upaya menghilangkan konsepsi dapat dilakukan berdasarkan :
• Indikasi medis
Yaitu menghilangkan kehamilan atas indikasi untuk menyelamatkan jiwa ibu. Indikasi tersebut diantaranya adalah penyakit jantung, ginjal, atau penyakit hati berat dengan pemeriksaan ultrasonografi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan dalam rahim.
• Indikasi social
Pengguguran kandungan dilakukan atas dasar aspek social, menginginkan jenis kelamin tertentu, tidak ingin punya anak, jarak kehamilan terlalu pendek, belum siap untuk hamil dan kehamilan yang tidak diinginkan.
2. Berdasarkan Pelaksanaanya
• Abortus buatan teraupetik. Dilakukan oleh tenaga medis secara legalitas berdasarkan indikasi medis
• Abortus buatan illegal yang dilakukan tanpa dasar hokum atau melawan hokum (Abortus Kriminalis).
3. Berdasarkan gambaran klinis
• Keguguran lengkap (abortus kompletus) yaitu semua hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya.
• Keguguran tidak lengkap (abortus inkompletus) yaitu sebagian hasil konsepsi masih tersisa dalam rahim yang dapat menimbulkan penyulit.
• Keguguran mengancam (abortus imminen) yaitu abortus ini baru dan masih ada harapan untuk dipertahankan.
• Keguguran tak terhalangi (abortus insipien) yaitu abortus ini suadah berlangsung dan tidak dapat dicegah atau dihalangi lagi.
• Keguguran habitualis, abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi sekurang-kurangnya 3 kali.
• Keguguran dengan infeksi (abortus infeksiousus) yaitu keguguran yang disertai infeksi sebagian besar dalam bentuk tidak lengkap dan dilakukan dengan cara kurang legeartis.
• Missed abortion yaitu keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke 22, tetapi tertahan dalam rahim selama 2 bulan atau lebih setelah janin mati.
• Abortus habitualis yaitu terjadinya abotrus tiga kali berturut-terut atau lebih.
2.5 Potofisiologi
Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin kekurangan nutrisi dan O2. Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu keguguran memberikan gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan, dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi.
Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya :
1. Sedikit-sedikit dan berlangsung lama
2. Sekaligus dalam jumlah besar dapat disertai gumpalan
3. Akibat perdarahan, dapat menimbulkan syok, nadi meningkat, tekanan darah turun, tampak anemis dan daerah ujung (akral) dingin.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi coliaries belum menembus decidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 9-14 minggu, penembusan sudah lebih dalam sehingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan lebih dahulu dari plasenta.
Kejadian abortus akan meningkat pada umur yang terlalu muda karna endometrium masih belum sempurna. Begitu juga dengan usia diatas 35 tahun, karna tumbuh endometrium yang kurang subur. Pendapat lain menyatakan bahwa semakin tua usia wanita, maka usia sel telur akan semakin tua, sehinnga materi genetik yang tersimpan dalam sel telur akan cenrdung menurun fungsinya. Hal ini akan memperbesar resiko terjadinya kelainan genetik. (Sarwono, 2007).
Selain itu terdapat pula sumber yang menjelaskan tentang mekanisme abortus, yiatu sebagai berikut :
 Mekanisme awal abortus : lepasnya sebagian atau seluruh embrio akibat perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut kontraksi uterus dan mengawali proses abortus mekanisme abortus
 Kehamilan < 8 minggu
Kehamilan < 8minggu : Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di kanalis servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
 Kehamilan 8 – 14 minggu
Mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam berlebihan.
 Kehamilan minggu ke 14 – 22
Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak perlu evakuasi uterus. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol.
2.6 Gejala Klinis
a. Abortus Imminen :
1. Terdapat keterlambatan datang bulan
2. Terdapat perdarahan, disertai sakit perut atau mules
3. Pada pemeriksaan dijumpai besarnya rahim sama dengan umur kehamilan dan terjadi kontraksi otot rahim
4. Hasil periksa dalam terdapat perdarahan dari kanalis servikalis, dan kanalis servikalis masih tertutup, dapat dirasakan kontraksi otot rahim
5. Hasil pemeriksaan tes kehamilan masih positif
b. Abortus Insipien :
1. Perdarahan lebih banyak
2. Perut mules atau sakit lebih hebat
3. Pada pemeriksaan dijumpai perdarahan lebih banyak, kanalis servikalis terbuka dan jaringan atau hasil konsepsi dapat diraba
c. Abortus Inkomplit :
1. Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis
2. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat
3. Terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi
4. Dapat terjadi degenerasi ganas (kario karsinoma)
d. Abortus Kompletus :
1. Uterus telah mengecil
2. Perdarahan sedikit
3. Canalis servikalis telah tertutup
e. Missed Abortion :
1. Rahim tidak membesar, tapi mengecil karena absorbsi air ketuban dan maserasi janin
2. Buah dada mengecil kembali
2.7 Diagnosis Abortus
1. Diagnosis abortus imminens
• Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang. Perdarahan ringan membutuhkan waktu lebih 5 menit untuk membasahi pembalut atau kain bersih.
• Serviks tertutup.
• Uterus sesuai dengan usia kehamilan.
• Gejala / tanda : kram perut bawah dan uterus lunak.
2. Diagnosis abortus insipien
• Perdarahan sedang hingga masif (banyak). Perdarahan berat membutuhkan waktu kurang 5 menit untuk membasahi pembalut atau kain bersih.
• Serviks terbuka.
• Uterus sesuai usia kehamilan.
• Gejala / tanda : kram / nyeri perut bawah, dan belum terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
3. Diagnosis abortus inkomplit
• Perdarahan sedang hingga masif (banyak).
• Serviks terbuka.
• Uterus sesuai usia kehamilan.
• Gejala / tanda : kram / nyeri perut bawah, dan ekspulsi sebagian hasil konsepsi.
4. Diagnosis abortus kompletus
• Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang.
• Serviks tertutup atau terbuka.
• Uterus lebih kecil dari usia kehamilan normal
• Gejala / tanda : sedikit atau tanpa nyeri perut bawah, dan riwayat ekspulsi hasil konsepsi.
5. Diagnosis Missed abortion
Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mamma agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malah mengecil, tes kehamilan menjadi negatif. Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besamya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai oleh gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan ke arah ini perlu dilakukan.
6. Diagnosis abortus Habitualis
Diagnosis untuk abortus ini dapat diketahui melalui anamnesa.
2.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan abortus imminens :
a. Tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total.
b. Jangan melakukan aktifitas fisik berlebihan atau hubungan seksual.
c. Jika perdarahan :
• Berhenti : lakukan asuhan antenatal seperti biasa, lakukan penilaian jika perdarahan terjadi lagi
• Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG). Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain. Perdarahan berlanjut, khususnya jika ditemukan uterus yang lebih besar dari yang diharapkan, mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau mola.
• Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik (misalnya salbutamol atau indometasin) karena obat-obat ini tidak dapat mencegah abortus.
2. Penatalaksanaan abortus Insipien
a. Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan :
• Berikan ergometrin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu).
• Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
b. Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
• Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
• Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau larutan ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
c. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
3. Penatalaksanaan abortus inkomplit :
a. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau misoprostol 400 mcg peroral.
b. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi sisa hasil konsepsi dengan :
• Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
• Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu)
c. Jika kehamilan lebih 16 minggu :
• Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
• Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
• Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
d. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
4. Penatalaksanaan abortus komplit :
a. Tidak perlu evaluasi lagi.
b. Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak
c. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
d. Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg per hari selama 2 minggu. Jika anemia berat berikan transfusi darah.
e. Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut
5. Penatalaksanaan Missed abortion
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu segera dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudah mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari I bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.
6. Penatalaksanaan Abortus Habitualis
a. Perbaiki KU
b. Pemberian makanan yang sempurna
c. Anjuran istirahat yang cukup
d. Terapi dengan hormone progesterone, vitamin, dan hormone tiroid.
2.9 Komplikasi Akibat Abortus
1. Perforasi Dalam .
Melakukan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu letak uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks jangan digunakan tekanan berlebihan. Pada kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan segera.
2. Luka pada serviks uteri.
Apabila jaringan serviks kerasdan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.
3. Pelekatan pada kavum uteri.
Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.
4. Perdarahan.
Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada mola hidatidosa ada bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya diselenggarakan transfusi darah dan sesudah kerokan selesai dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.
5. Infeksi.
Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.
6. Lain-lain
Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl hipertonik adalah apabila larutan garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian pernapasan, atau hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat ditimbulakan pada pemberian prostaglandin antara lain panas, enek, muntah dan diare.
7. Komplikasi yang Dapat Timbul Pada Janin:
Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan, maka nasib janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar meninggal. Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan janin kemungkinan besar mengalami cacat fisik.